Selasa, 10 November 2015

Persalinan dengan Penyulit Kala III dan IV

Pendahuluan
            Pada kala tiga (kala uri) dapat terjadi gangguan atau kelainan patologis dalam bentuk perdarahan pospartum, retensio plasenta, inversio uteri dan perdarahan robekan jalan lahir. Perdarahan kala IV atau primer adalah perdarahan sejak kelahiran sampai 24 jam pasca partum atau kehilangan darah secara abnormal, rata-rata kehilangan darah selama kelahiran pervaginam yang ditolong dokter obstetrik tanpa komplikasi lebih dari 500 ml.

URAIAN MATERI

  1. EMBOLI AIR KETUBAN
Emboli air ketuban,walaupun sangat jarang terjadi,merupakan komplikasi obstetric yang sangat gawat. Biasanya penderita meninggal dalam beberapa menit. Gejala-gejala khas, seperti kedinginan, menggigil, tidak tenang, perasaan tertekan di belakang sternum dan mendadak sesak nafas ,takikardia, sianosis dan syok berat ,disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah mikrosirkulasi.
Apabila penderita tidak cepat mendapat pertolongan , bahaya lain akan mengancam dirinya, yaitu perdarahan karena gangguan pembekuan darah  akibat sindroma defibrinasi.
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat waktu kehamilan. Untuk terjadinya emboli ini ada hubungan langsung antara air ketuban dan pembuluh darah ibu.  Ini bisa kita jumpai pada ruptur uteri ,seksio sesarea, solusio plasenta, atau luka-luka jalan lahir lainnya.
Akan tetapi sering hubungan langsung ini tidak dapat dinyatakan dengan jelas. Adapun faktor-faktor predisposisi dari terjadinya emboli air ketuban adalah:
  1. Ketuban pecah sebelum waktunya dan ada perlukaan pada ketuban atau plasenta
  2. Multiparitas wanita gemuk
  3. Persalinan dengan oksitosin drip
  4. Persalinan operasi (SC)
  5. Persalinan presipetatus  (kurang dari 3 jam)
  6. Pada IUFD atau missed abortion
Waktu kejadian
  • Persalinan spontan
  • Persalinan dengan seksio cesárea
  • Waktu terjadi ruptur uteri

2. Robekan jalan lahir
            Serviks mengalami laterasi pada lebih dari separuh kelahiran pervaginam, sebagian besar berukuran  kurang dari  0.5 cm. Robekan yang dalam dapat meluas ke sepertiga atas vagina. Cedera terjadi setelah  rotasi forceps yang sulit atau kelahiran yang dilakukan pada serviks yang belum membuka penuh dengan daun forseps terpasang pada serviks. Robekan dibawah 2 cm dianggap normal dan biasanya cepat sembuh dan jarang menimbulkan kesulitan.
Gejala :
¨      Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
¨      Uterus kontraksi dan keras
¨      Plasenta lengkap, dengan gejala lain;
¨      Pucat, lemah, dan menggigil
a). Berdasarkan tingkat robekan, maka robekan perineum, dibagi menadi 4 tingkatan yaitu:
¨      Tingkat I : Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
¨      Tingkat II ; Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai  sfingter ani
¨      Tingkat III : Robekan menganai seluruh perineum dan otot sfringter ani
¨Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
Penatalaksanaan
            Penatalaksanaan robekan tergantung pada tingkat robekan. Penatalaksanaan pada masing-masing tingkat robekan adalah sebagai berikut :
Robekan perineum tingkat I :
-          Dengan cut gut secara jelujur atau jahitan angka delapan (figure of eight)
Robekan perineum tingkat II :
-    Jika dijumpai  pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus diratakan lebih dahulu
-    Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem kemudian digunting
-    Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum  dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
Robekan perineum tingkat III
-          Dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian.
-          Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik
-          Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
-          Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Robekan perineum tingkat IV
-          Dianjurkan apabila  memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota
b). Robekan dinding Vagina
-          Robekan dinding vagina harus dijahit
-          Kasus kalporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.



c). Robekan Serviks
-          Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
-          Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri
-          Dalam hal ini serviks harus diperiksa dengan spekulum, apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik.
-          Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru kemudian diadakan jahitan terus kebawah.

3. Inversio uteri
            Inversi uterus adalah keadaan uterus yang benar-benar membalik dari bagian dalam keluar sehingga bagian dalam fundus 1) menonjol keluar melalui orifisium serviks (inkomplet), 2) turun untuk segera berada di dalam introitus vagina (komplet), atau 3) menonjol keluar melewati vulva (prolaps).  Pada dua posisi pertama fundus pada pemeriksaan dalam teraba seperti tumor lunak yang mengisi orifisium serviks atau vagina. Depresi seperti corong mungkin lebih teraba di abdomen dari pada fundus.
Gejala
¨      Uterus tidak teraba
¨      Lubang vagina terisi massa
¨      Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir)
¨      Syok neurogenik
¨      Pucat dan limbung




Penatalaksanaan
  1. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengembalikan fundus uteri ketempat semula dengan mendorong fundus uteri secara manual.
  2. Melakukan tekanan fundus  dengan satu tangan pada uterus yang berkontraksi atau memfasilitasi pengeluaran plasenta jika uterus digunakans secara keliru (digunakan sebagai piston)
  3. Meminta ibu mengejan untuk membantu pengeluaran plasenta tanpa memeriksa terlebih dahulu akan uterus berkonrtaksi
  4. Mengeluarkan plasenta secara manual sebelum plasenta benar-benar terlepas.
4.  Perdarahan Kala IV
            Perdarahan kala IV atau primer adalah perdarahan sejak kelahiran sampai 24 jam pasca partum atau kehilangan darah secara abnormal, rata-rata kehilangan darah selama kelahiran pervaginam yang ditolong dokter obstetrik tanpa komplikasi lebih dari 500 ml.
Penyebab perdarahan kala IV Primer
a.       Atonia uteri
b.      Rest plasenta (kelahiran plasenta tidak lengkap)
c.       Laserasi luas pada vagina dan perineum
            Sangat jarang laserasi segmen bawah uterus atau ruptur uterus
Penatalaksanaan
            Perdarahan harus minimal jika uterus wanita berkontraksi dengan baik setelah pelahiran plasenta. Jika ada aliran menetap atau pencaran kecil darah dari vagina, maka bidan harus mengambil langkah berikut :
·         Periksa konstensi uterus yang merupakan langkah pertama yang berhubungan dengan atonia uterus
·         Jika uterus bersifat atonik, massase untuk menstimulasi kontraksi sehingga mengurangi perdarahan
·         Jika perdarahan tidak terkendali minta staf perawat melakukan panggilan ke dokter
·         Jika rest plasenta atau kotiledon hilang lakukan eksplorasi uterus, uterus harus benar-benar kosong agar dapat berkontraksi secara efektif.
·         Jika uterus kosong dan berkontraksi dengan baik tetapi perdarahan berlanjut periksa pasien untuk mendeteksi laserasi serviks, vagina dan perineum, karena mungkin ini merupakan penyebab perdarahan (ikat sumber perdarahan dan jahit semua laserasi).
·         Jika terjadi syok (penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, pernafasan cepat dan dangkal, kulit dingin lembab) tempatkan pasien dalam posisi trendelemburg, selimuti dengan selimut hangat, beri oksigen dan programkan darah ke ruangan.
·         Pada kasus ekstreem dan sangat jarang ketika perdarahan semakin berat, nyawa pasien berada dalam bahaya dan dokter belum datang, lakukan kompresi aorta dapat dilakukan pada pasien yang relatif kurus (kompresi aorta perabdomen terhadap tulang belakang).
5.  Syok Obstetrik
            Syok adalah merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat keorgan- organ vital atau suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif
Gejala Syok :
¨      Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit atau lebih)
¨      Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mm/hg).
¨      Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut.)
¨      Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab
¨      Pernapasan cepat (30 kali permenit atau lebih)
¨      Gelisah,bingung,atau hilangnya kesadaran
¨      Urine yang sedikit (kurang lebih dari 30ml perjam).
Penatalaksanaan
¨      Selalu siapkan tindakan gawat darurat
¨      Tata laksana persalinan kala III dan kala IV secara aktif
¨      Mintalah pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkikan
¨      Lakukan penilaian cepat, keadaan umum dan ibu meliputi kesadaran, nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu.
¨      Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
¨      Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan

¨      Cari penyebab perdarahan, dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar