Jumat, 11 Maret 2011

seputar masalah perempuan


Pendahuluan
Kanker serviks adalah penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia setelah kanker payudara ( mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita). Di beberapa negara bahkan menjadi penyebab kanker terbanyak pada wanita dengan kontribusi 20-30%. Di negara berkembang keganasan pada serviks merupakan penyebab kematian wanita karena kanker terbanyak sedangkan di negara maju menjadi penyebab kematian nomor dua. Di Indonesia, Departemen Kesehatan RI tahun 2004 mencatat kanker serviks sebagai urutan pertama kanker yang diderita wanita dengan rata-rata usia penderita didiagnosa pada umur diatas 50 tahun, namun kanker ini dapat saja muncul dini pada wanita di usia 20-an tahun.. Setiap tahun di seluruh dunia terdapat 600.000 kanker serviks invasif baru dan 300.000 kematian. Di negara barat yang maju kanker serviks hanya mencapai 4-6% dari seluruh penyakit kanker pada wanita. Perbedaan yang besar ini disebabkan oleh penggunaan metode skrining massal yang sudah efektif.
Sebagian kasus kanker serviks pada negara berkembang terdiagnosis pada stadium lanjut. Faktor-faktor yang berperan dalam hal ini adalah kurang efektifnya program skrining baik infrastruktur, tehnik dan organisasinya. Penyebab lain adalah faktor geografis, finansial dan budaya. Wanita dengan kanker serviks sering kali belum merasakan gejala pada stadium dini penyakit dan sebagian besar mencari pertolongan saat mereka gejala sudah muncul. Kira-kira hanya 5 % wanita di negara berkembang melakukan skrining pada periode 5 tahun terakhir, sedangkan 70% wanita di Amerika Serikat dan Eropa telah melakukan skrining sedikitnya satu kali.
Kanker serviks merupakan penyakit yang sangat dapat dihindari karena perkembangannya  yang dinilai relatif lambat, dengan lesi-lesi pre-kanker yang secara bertahap berkembang melalui beberapa stadium yang dapat dikenali/ multistep (2-10 tahun) melalui program-program skrining sitologi sebelum akhirnya menjadi kanker invasif. Penyakit ini memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi jika dapat didiagnosa sebelum berkembang menjadi kanker invasif, melalui operasi, radioterapi serta kemoterapi. Namun demikian, kanker serviks invasif tetap memiliki angka kematian yang signifikan bahkan tertinggi pada penyakit kanker wanita.
Sejumlah negara maju seperti Jepang, umumnya sudah menerapkan skrining massal terhadap perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual. Inilah yang menjadikan kanker serviks bisa dicegah pada tahap sangat dini: pra kanker. Namun di Indonesia, jangankan skrining massal, sosialisasinya pun masih sangat minim. ''Negara-negara maju sudah bisa mencegah kanker serviks dan mengobatinya sejak awal, karena semua perempuan yang pernah berhubungan seksual diwajibkan melakukan pap smear.  Di negara maju, nomor satu adalah kanker payudara. Di sini, nomor satu kanker serviks (Yayasan Kanker Indonesia).

Di Indonesia, karena tak ada skrining massal dan minimnya sosialisasi, kanker serviks yang merupakan tumor ganas, sering baru diketahui pada stadium lanjut. Tak heran bila kanker serviks menempati urutan pertama pembunuh akibat kanker di Indonesia.

A.     TUMOR GANAS ENDOMETRIUM
1.    Insidensi
Saat ini karsinoma endometrium sering ditemukan pada keganasan ginekologi tetapi sangat sedikit penyebab kematian akibat keganasannya pada wanita. Karsinoma endometrium menduduki ranking keempat setelah keganasan payudara, usus dan paru serta menduduki ranking ketujuh penyebab kematian dari keganasan pada wanita. Secara keseluruhan kira-kira 2 - 3 % wanita akan mengalami karsinoma endometrium selama hidupnya.
Peningkatan angka kejadian karsinoma endometrium berhubungan dengan meningkatnya status kesehatan sehingga usia harapan hidup kaum wanita semakin tinggi yang mengakibatkan jumlah wanita yang berusia lanjut semakin banyak yang diiringi dengan penggunaan preparat estrogen eksogen atau penggunaan terapi hormon pengganti untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya. Sebaliknya penyebab angka kematiannya yang rendah dikarenakan penyakit ini terdiagnosa pada saat stadium penyakitnya masih terbatas pada rahim (berkisar 80 %). Sebagian besar (70 - 80 %) jenis karsinoma endometrium adalah adenocarcinoma.
Umumnya karsinoma endometrium dijumpai pada wanita yang berusia 50 - 65 tahun dengan usia rata-rata 61 tahun. Kira-kira 5 % dapat dijumpai pada usia sebelum 40 tahun dan sebesar 20 - 25 % pada usia sebelum menopause. Di Amerika diperkirakan 34.000 kasus baru dengan angka kematian sebesar 6000.

2.    Pengertian
Kanker endometrium adalah jaringan atau selaput lendir rahim yang tumbuh di luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding rahim. Kanker endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran menuju vagina. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua.
Tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
3.    Faktor resiko timbulnya kanker endometrium
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi tampaknya penyakit ini melibatkan peningkatan kadar estrogen. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan kepada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.
Wanita yang menderita kanker rahim tampaknya memiliki faktor resiko tertentu. (faktor resiko adalah sesuatu yang menyebabkan bertambahnya kemungkinan seseorang untuk menderita suatu penyakit). Wanita yang memiliki faktor resiko tidak selalu menderita kanker rahim, sebaliknya banyak penderita kanker rahim yang tidak memiliki faktor resiko. Kadang tidak dapat dijelaskan mengapa seorang wanita menderita kanker rahim sedangkan wanita yang lainnya tidak.

4.     Penelitian telah menemukan beberapa faktor resiko pada kanker rahim:
a.      Usia, Kanker uterus terutama menyeranga wanita berusia 50 tahun keatas.
b.     Hiperplasia endometrium Secara histopatologik hiperplasia endometrium ditandai dengan adanya proliferasi yang berlebihan dari kelenjar dan stroma disertai dengan meningkatnya vaskularisasi dan sebukan sel limfosit. Penyebab dari hiperplasia endometrium adalah rangsangan salah satu unsur estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Terminologi neoplasia endometrium intraepitel ditunjukkan pada hiperplasia endometrium yang disertai sel-sel atipik. Resiko progresi menjadi kanker sebanyak 1,5% pada hiperplasia tanpa sel-sel atipik dan 23% pada hiperplasia yang diserti sel-sel atipik. 
c.      Terapi Sulih Hormon (TSH), TSH digunakan untuk mengatasi gejala-gejala menopause, mencegah osteoporosis dan mengurangi resiko penyakit jantung atau stroke. Wanita yang mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron memiliki resiko yang lebih tinggi. Pemakaian estrogen dosis tinggi dan jangka panjang tampaknya mempertinggi resiko ini. Wanita yang mengkonsumsi estrogen dan progesteron memiliki resiko yang lebih rendah karena progesteron melindungi rahim. Dewasa ini para wanita hidup lenih lama daripada organ-organ reproduksinya secara faal dan mempunyai harapan hidup 20-30 tahunlebih lama setelah menopause. Keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan penjualan dan pemakaian preparat estrogen untuk pengobatan klimakterium diikuti dengan meningkatnya angka kejadian kanker endometrium. Resiko relatif meningkat menjadi 0,17-8,0 pada wanita yang menggunakan estrogen konjugasi, namun menurun bila dikombinasikan dengan progesteron menjadi 0,3%. 
d.      Obesitas, Tubuh membuat sebagian estrogen di dalam jaringan lemak sehingga wanita yang gemuk memiliki kadar estrogen yang lebih tinggi. Tingginya kadar estrogen merupakan penyebab meningkatnya resiko kanker rahim pada wanita obes. Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada kanker endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25 Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding dengan wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25 Kg diatas berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.
e.      Diabetes (kencing manis). Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnorml merupakan faktor resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes melitus klinis pada penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-17%, sedangkan angka kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-64%.
f.       Hipertensi (tekanan darah tinggi). 50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3 populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna daripada populasi kontrol. 
g.      Tamoksifen, Wanita yang mengkonsumsi tamoksifen untuk mencegah atau mengobati kanker payudara memiliki resiko yang lebih tinggi. Resiko ini tampaknya berhubungan dengan efek tamoksifen yang menyerupai estrogen terhadap rahim. Keuntungan yang diperoleh dari tamoksifen lebih besar daripada resiko terjadinya kanker lain, tetapi setiap wanita memberikan reaksi yang berlainan.
h.      Ras, Kanker rahim lebih sering ditemukan pada wanita kulit putih.
i.       Kanker kolorektal
j.       Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun. Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun mempunyai resiko 1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai riwayat menars setelah usia lenih dari 12 tahun. Menstruation span merupakan metode numerik untuk menentukan faktor resiko dengan usia saat menarche, usia menopause dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS) = usia menars – (jumlah paritas x1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena kanker endometrium sebanyak 4,2 kali dibanding MS < 29.
k.      Menopause setelah usia 52 tahun
l.       Tidak memiliki anak atau tidak menikah
m.    Kemandulan. Resiko kanker endometrium lebih tinggi pada wanita nulipara, baik pada wanita yang tidak kawin maupun yang kawin. Dilaporkan bahwa 25% diantara penderita karsinoma adalah nulipara. Kelompok penderita karsinoma endometrium yang telah mempunyai anak, rata-rata pernah melahirkan 2,7 kali, sedangkan dari kelompok kontrol rata-rata pernah melahirkan 4,6 kali. Laporan lain menunjukkan bahwa faktor infertilitas lebih berperan daripada jumlah paritas. 
n.      Penyakit ovarium polikista
o.     Polip endometrium.
p.     Faktor lingkungan            
Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian keganasan endometrium lenih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara dan Eropa lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika dan Amerika latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan jenis makan sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang menyolok dari keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan miskin. Keadaan ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari daerah rural ke Amerika Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Asia yang pindah ke negara industri dan merubah menu makanannya dengan cara barat seperti misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya.
5.    Gejala kanker endometrium
Beberapa gejala kanker endometrium adalah sebagai berikut :
a.      Rasa sakit pada saat menstruasi.
b.     Rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut bagian bawah, rasa sakit ini akan bertambah pada saat berhubungan seks.
c.      Sakit punggung pada bagian bawah.
d.      Sulit buang air besar atau diare.
e.      Keluar darah pada saat buang air kecil dan terasa sakit.
f.       Keputihan bercampur darah dan nanah.
g.      Terjadi pendarahan abnormal pada rahim.
6.    Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a.      Pemeriksaan panggul
b.     Pap smear
c.      USG transvagina
d.      Biopsi endometrium.
Untuk membantu menentukan stadium atau penyebaran kanker, dilakukan pemeriksaan berikut:
a.      Pemeriksaan darah lengkap
b.     Pemeriksaan air kemih
c.      Rontgen dada
d.      CT scan tulang dan hati
e.      Sigmoidoskopi
f.       Limfangiografi
g.      Kolonoskopi
h.      Sistoskopi.
Staging (Menentukan stadium kanker)
a.      Stadium I : kanker hanya tumbuh di badan rahim
b.     Stadium II : kanker telah menyebar ke leher rahim (serviks
c.      Stadium III : kanker telah menyebar ke luar rahim, tetapi masih di dalam rongga panggul dan belum menyerang kandung kemih maupun rektum. Kelenjar getah bening panggul mungkin mengandung sel-sel kanker.
d.      Stadium IV : kanker telah menyebar ke dalam kandung kemih atau rektum atau kanker telah menyebar ke luar rongga panggul.

7.     Pengobatan
Pemilihan pengobatan tergantung kepada ukuran tumor, stadium, pengaruh hormon terhadap pertumbuhan tumor dan kecepatan pertumbuhan tumor serta usia dan keadaan umum penderita.
Metode pengobatan:
a.     Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium.
Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya.
b.     Terapi penyinaran (radiasi)
Digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa).
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker rahim:
1)  Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh.
2)  Radiasi internal : digunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.
c.      Kemoterapi
Pada terapi hormonal digunakan zat yang mampu mencegah sampainya hormon ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormon oleh sel kanker. Hormon bisa menempel pada reseptor hormon dan menyebabkan perubahan di dalam jaringan rahim.
Sebelum dilakukan terapi hormon, penderita menjalani tes reseptor hormon. Jika jaringan memiliki reseptor, maka kemungkinan besar penderita akan memberikan respon terhadap terapi hormonal. Terapi hormonal merupakan terapi sistemik karena bisa mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Pada terapi hormonal biasanya digunakan pil progesteron.
Terapi hormonal dilakukan pada:
1)     penderita kanker rahim yang tidak mungkin menjalani pembedahan ataupun terapi penyinaran
2)     penderita yang kankernya telah menyebar ke paru-paru atau organ tubuh lainnya
3)     penderita yang kanker rahimnya kembali kambuh.
Jika kanker telah menyebar atau tidak memberikan respon terhadap terapi hormonal, maka diberikan obat kemoterapi lain, yaitu siklofosfamid, doksorubisin dan sisplastin.
Efek samping pengobatan kanker
Pengobatan kanker bisa menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat, karena itu bisa menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diharapkan. Efek samping tersebut tergantung kepada berbagai faktor, diantaranya jenis dan luasnya pengobatan. Setelah menjalani histerektomi, penderita biasanya mengalami nyeri dan merasa sangat lelah. Kebanyakan penderita akan kembali menjalani aktivitasnya yang normal dalam waktu 4-8 minggu setelah pembedahan. Beberapa penderita mengalami mual dan muntah serta gangguan berkemih dan buang air besar.
Wanita yang telah menjalani histerektomi tidak akan mengalami menstruasi dan tidak dapat hamil lagi. Jika ovarium juga diangkat, maka penderita juga mengalami menopause. Hot flashes dan gejala menopause lainnya akibat histerektomi biasanya lebih berat dibandingkan dengan gejala yang timbul karena menopause alami. Pada beberapa penderita, histerektomi bisa mempengaruhi hubungan seksual. Penderita merasakan kehilangan sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan seksual.
B.        KANKER SERVIKS ATAU KANKER MULUT RAHIM
1.     Insidensi
Di Indonesia, kanker leher rahim atau serviks telah menjadi pembunuh nomor satu dari keseluruhan kanker. Data Departemen Kesehatan 2001 menunjukkan, kasus baru kanker serviks mencapai 2.429 kasus. Angka itu diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. Padahal ada cara mudah terhindar dari kanker serviks lewat vaksinasi. Deteksi dini dan vaksinasi dapat menekan angka kejadian kanker serviks pada perempuan Indonesia
Kanker serviks merupakan penyakit kanker paling umum kedua yang biasa diderita wanita Antara 20 –55 tahun Wanita yang aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi kanker serviks tanpa memandang usia atau gaya hidup. Setiap tahun, sekitar 500 ribu perempuan didiagnosa menderita kanker serviks. Dari jumlah itu, 270 ribu berakhir dengan kematian.
2.     Pengertian
Kanker serviks atau Kanker Mulut Rahim (KMR) adalah kanker yang mengenai permukaan mulut rahim. Kanker ini di sebut sebagai silent killer karena gejala terjadi pada stadium lanjut atau stadium lanjut, sehingga banyak wanita yang tidak menyadari bahwa ia mengidap kanker serviks. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Kanker leher rahim, menurut catatan kompas, menempati peringkat pertama kanker pada perempuan di Indonesia. Ada 15.000 kasus baru pertahun dengan kematian 8000 orang pertahun. Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada stadium I adalah 70 – 75%, pada stadium 2 adalah 60%, pada stadium 3 tinggal 25%, dan pada stadium 4 penderita sulit diharapkan bertahan. (kompas, 13/5/2007, rubrik keluarga)
3.     Penyebab
Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali.
Jika sel serviks terus membelah maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas. Jika tumor tersebut ganas, maka keadaannya disebut kanker serviks. Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks:
a.      HPV (human papillomavirus) HPV adalah virus penyebab kutil genitalis (kondiloma  akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56.
b.      Merokok. Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
c.      Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
d.      Berganti-ganti pasangan seksual
e.      Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks
f.       Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970)
g.      Gangguan sistem kekebalan
h.      Pemakaian pil KB
i.        Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
j.       Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin)

4.     Gejala
a.   Keputihan
b.      Perdarahan pada saat hubungan seksual
c.      Ulkus pada porsio
d.      Pada stadium lanjut terjadi fistel (hubungan) antara rektum dan vagina, terjadi perpindahan jauh.

5.     Stadium pada KMR
Stadium 1      : sel tumor masih terbatas di daerah serviks
Stadium 2      : sel tumor telah keluar dari serviks dan mencapai daerah 2/3 bagian atas vagina namun belum mencapai dinding panggul
Stadium 3      : sel tumor telah mencapai 1/3 bagian bawah vagina dan telah mencapai dinding panggul
Stadium 4      : sel tumor telah mencapai kandung kencing atau mukosa rektum atau sel tumor telah berpindah jauh atau sel tumor telah keluar dari panggul kecil

6.     Pencegahan
Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks:
a.    Mencegah terjadinya infeksi HPV
b.    Melakukan pemeriksaan Pap smear secara teratur .
Pap smear (tes Papanicolau) adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel-sel yang diperoleh dari apusan serviks. Pada pemeriksaan Pap smear, contoh sel serviks diperoleh dengan bantuan sebuah spatula yang terbuat dari kayu atau plastik (yang dioleskan bagian luar serviks) dan sebuah sikat kecil (yang dimasukkan ke dalam saluran servikal).
Sel-sel serviks lalu dioleskan pada kaca obyek lalu diberi pengawet dan dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksa. 24 jam sebelum menjalani Pap smear, sebaiknya tidak melakukan pencucian atau pembilasan vagina, tidak melakukan hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan tampon.
Pap smear sangat efektif dalam mendeteksi perubahan prekanker pada serviks.
Jika hasil Pap smear menunjukkan displasia atau serviks tampak abnormal, biasanya dilakukan kolposkopi dan biopsi
c.    Anjuran untuk melakukan Pap smear secara teratur: Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun
d.    Setiap tahun untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin
e.    Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB
f.     Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3 kali Pap smear berturut-turut menunjukkan hasil negatif atau untuk wanita yang telah menjalani histerektomi bukan karena kanker
g.    Sesering mungkin jika hasil Pap smear menunjukkan abnormal
h.    Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prekanker maupun kanker serviks.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya:
a.   Anak perempuan yang berusia dibawah 18 tahun tidak melakukan hubungan seksual.
b.   Jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita kutil kelamin atau gunakan kondom untuk mencegah penularan kutil kelamin
c.    Jangan berganti-ganti pasangan seksual
d.   Berhenti merokok.
e.   Pemeriksaan panggul setiap tahun (termasuk Pap smear) harus dimulai ketika seorang wanita mulai aktif melakukan hubungan seksual atau pada usia 20 tahun. Setiap hasil yang abnormal harus diikuti dengan pemeriksaan kolposkopi dan biopsi.
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa vitamin A berpertan dalam menghentikan atau mencegah perubahan keganasan pada sel-sel, seperti yang terjadi pada permukaan serviks.
7.     Masa pra kanker serviks
Serviks memiliki dua jenis epitel yaitu kolumnair dan skwamosa yang dihubungkan dengan sambungan skwamosa kolumnair (squamous-columnar junction), bagian antara bibir luar dan dalam leher rahim, bisa mengubah sel menjadi abnormal. Masa pra kanker (setelah sel berubah menjadi abnormal) adalah masa tiga tahapan perubahan sel yang disebut cervical intraepithelial neoplasia (CIN), yaitu CIN 1, CIN 2, dan CIN 3. Setelah CIN 3, sel yang abnormal itu menjadi sangat tebal dan akhirnya menjadi kanker. Perubahan CIN 1 menjadi kanker membutuhkan 3 – 10 tahun sehingga deteksi dini sangat penting.
8.     Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a.     Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih dari 50%.
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun. Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
1)     Normal
2)     Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
3)     Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
4)     Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
5)     Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

b.     Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
c.    Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
d.   Tes Schiller
Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:
1)     Sistoskopi
2)     Rontgen dada
3)     Urografi intravena
4)     Sigmoidoskopi
5)     Skening tulang dan hati
6)     Barium enema.
9.     Pengobatan
Pencegahan dan deteksi dini sangatlah penting sebab jika kanker di temukan pada saat stadium dini maka harapan hidup lebih lama dibandingkan dengan kanker yang memasuki stadium lanjut. Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi. Adapun pengobatan KMR adalah dengan kemoterapi, radioterapi hingga pembedahan.
a.      Pengobatan lesi prekanker
Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor berikut:
1)     tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi)
2)     rencana penderita untuk hamil lagi
3)     usia dan keadaan umum penderita.
Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap smear dan pemeriksaan panggul secara rutin.
Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa:
1)     Kriosurgeri (pembekuan)
2)     Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi)
3)     Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya
4)     LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina.
Pada beberapa kasus, mungkin perlu dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim), terutama jika sel-sel abnormal ditemukan di dalam lubang serviks. Histerektomi dilakukan jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi.
b.     Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan
Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.
c.      Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
1)     Radiasi eksternal :
sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2)     Radiasi internal :
zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah:
1)     iritasi rektum dan vagina
2)     kerusakan kandung kemih dan rectum
3)     ovarium berhenti berfungsi.

d.      Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.
Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.
e.      Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit.Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
Efek samping pengobatan
Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan.
Efek samping dari pengobatankanker sangat tergantung kepada jenis dan luasnya pengobatan. Selain itu, reaksi dari setiap penderita juga berbeda-beda.
Metoda untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada permukaan serviks sama dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi prekanker.
Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan atau keluar cairan encer dari vagina.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri.
Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter.
Beberapa saat setealh pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu.
Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.
Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.
Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap.
Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis obat yang digunakan. Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan.
Biasanya obat anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan cepat, termasuk sel darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu pembekuan darah atau mengangkut oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah terkena pengaruh obat anti-kanker, penderita akan lebih mudah mengalami infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan serta kekurangan tenaga.
Sel-sel pada akar rambut dan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan juga membelah dengan cepat. Jika sel-sel tersebut terpengaruh oleh kemoterapi, penderita akan mengalami kerontokan rambut, nafsu makannya berkurang, mual, muntah atau luka terbuka di mulut.
Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu menggigil, demam, nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare. Kadang timbul ruam, selain itu penderita juga bisa mudah memar dan mengalami perdarahan.














DAFTAR PUSTAKA

Anderson MC. Female reproductive system 3 ed. Churchill Livingstone,
London, 1991 : 185 - 204.
Di Saia PJ, Creasman WT. Clinical Gynecology Oncoiogy, 5 th ed, Mosby,
Missouri, 1997 : 134 - 64.
Dutta DC. Text book of gynecology. New central book egency, Calcutta, 1990
260 - 4.
Goodman A. premalignant & malignant disorders of the uterine corpus.
In : De Cherney AH, Pernoll ML, eds. Current Obstetrics & Gynecologie dignosis & treatment 8th ed. Prentice Hall International lnc, London, 1994 : 937 - 66.
Govan ADT, Hart DM, Challander R. Gynaecology Illustration 4th ed. Churchill
Livingstone, Singapore, 1993 : 247 - 55.
Lurain JR. Uterine cancer. In : Berek JS, Adashi EY, Hillard PA, eds. Novak's
Gynecology 12 hed. William & Wilins, Baltimore, 1996:1057 - 99.
Mardjikoen P. tumor ganas alat genital. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, eds. limu kandungan 2 d ed. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1994 : 391 - 400.
Morrow CP, Curtin JP, Townsend DE. Synopsis of gynecology oncology 4 th
ed. Churchill livingstone, New York, 1993: 153 - 83.
Sahil MF. Deteksi dini kanker ginekologi. Simposium keganasan pada
wanita. Pra Kongres Nasional Ill Perhimpunan Onkologi Indonesia, Medan, Juli 1998.
Tindall, VR. Jeffcoate's principles of gynecology 5th ed. Butterworth
Hainemann Ltd, Oxford, 1987 : 433 - 41 1.